Awan News, Bandar Lampung —
Tangis seorang ibu bernama Misna pecah di rumah kontrakan sederhana di kawasan Kemiling, Bandar Lampung. Ia menangis bukan karena lapar, bukan karena lelah, melainkan karena harapan kecilnya untuk sang anak kini runtuh.
Anaknya, Gina, siswi SMP Negeri 13 Bandar Lampung, terpaksa berhenti sekolah. Bukan karena malas, bukan pula karena nakal, tetapi karena dirundung dan diejek oleh teman-temannya sendiri — hanya karena pekerjaan sang ibu sebagai pemulung barang bekas.
Yang lebih menyayat hati, pihak sekolah disebut sempat mengeluarkan Gina untuk menghindari keributan antar siswa. Padahal, sekolah seharusnya menjadi tempat perlindungan, bukan tempat membuang anak yang sedang terluka.
Peristiwa ini mulai ramai dibicarakan pada Rabu (22/10/2025), setelah video tangisan Ibu Misna beredar luas di media sosial dan menuai simpati dari warganet.
Kini, Gina hanya bisa menunduk di rumah, menahan tangis dan rasa malu. Sementara ibunya, Ibu Misna, terus berjuang mengais rezeki dari barang bekas, dengan penghasilan tak sampai Rp600 ribu per bulan.
> “Saya cuma pengen anak saya sekolah, Pak… biar jadi orang… jangan kayak mamanya yang gak bisa baca nulis,” ucap Ibu Misna sambil terisak.
Lebih miris lagi, anak bungsu Ibu Misna belum bisa bersekolah karena belum memiliki akta kelahiran. Ia mengaku kesulitan membuat dokumen itu karena ketiadaan buku nikah dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
> “Katanya harus ada buku nikah, ini itu… padahal saya cuma mau anak saya bisa sekolah,” lanjutnya.
Menanggapi berita yang viral di media sosial, Kepala SMPN 13 Bandar Lampung, Amaroh, memberikan klarifikasi. Ia membantah bahwa pihak sekolah mengeluarkan Gina, dan menyebut keputusan berhenti sekolah adalah keinginan pihak keluarga.
> “Rasanya saya merasa gagal, walaupun saya sudah berusaha agar anak kita Gina ini tetap berada di sekolah. Tetapi karena memang kehendak orang tuanya, dia ingin pindah,” ujar Amaroh dalam sebuah video yang beredar.
Kisah ini menjadi potret nyata masih banyaknya anak Indonesia yang terhalang hak pendidikannya bukan karena malas, tetapi karena kemiskinan dan stigma sosial.
Ibu Misna berharap pemerintah hadir membantu agar anak-anaknya dapat kembali bersekolah dan memiliki masa depan yang lebih baik. Karena setiap anak — tanpa peduli dari keluarga mana — berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar. (Oj)















