Kangkangi UU LAZ, Infak Bertarif: Dugaan Drama Rektor Cari Restu Gubernur Lampung di UIN Raden Intan

  • Bagikan
Gambar Foto: Ilustrasi Rektor UIN Raden Intan Lampung

Awan News, Bandar Lampung – Dunia akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung tengah diguncang isu kontroversial menyusul beredarnya edaran resmi terkait kewajiban kontribusi infak dengan nominal tertentu bagi civitas akademika kampus.

Surat edaran tersebut, yang disebut sebagai hasil rapat pimpinan pada Jumat, 8 Agustus 2025, ditandatangani atas nama Rektor UIN Raden Intan Lampung, Prof. Wan Jamaluddin. Dalam edaran itu disebutkan adanya ketentuan sumbangan pembangunan Masjid Provinsi di Kotabaru, Lampung Selatan, dengan rincian sebagai berikut:

Direktur dan Dekan: Rp5.000.000

Wakil Direktur dan Wakil Dekan: Rp2.000.000

Kaprodi Pasca/Kaprodi: Rp1.000.000

Kasub/Sekprodi/Gusmut/Sekmut: Rp500.000

ASN lainnya: Seikhlasnya

Dalam edaran juga tercantum ajakan bagi para dosen dan pegawai untuk segera mengisi daftar kontribusi, dengan batas waktu hingga Senin, 11 Agustus 2025. Dana tersebut diarahkan untuk ditransfer melalui rekening panitia pada Pascasarjana UIN.
Terkait hal itu, pihak UIN Raden Intan Lampung bisa berpotensi melanggar Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Zakat.

Hanya BAZNAS dan LAZ berizin resmi (sesuai syarat UU) yang sah melakukan pengumpulan dan distribusi zakat, infak, dan sedekah.

Setiap institusi lain—termasuk kampus, yayasan, atau organisasi—yang melakukan pengumpulan tanpa izin berpotensi bertentangan hukum, khususnya jika ada indikasi pemaksaan atau pengelolaan tanpa transparansi.

Disisi lain, Kebijakan ini sontak menimbulkan kegaduhan di internal kampus. Sejumlah dosen mempertanyakan urgensi serta dasar penentuan nominal infak yang terkesan “pematokan tarif”.

“Masa iya kami diminta kontribusi untuk pembangunan masjid di Kotabaru, lalu ditentukan lagi besarannya? Bukankah infak itu sifatnya sukarela?,” ujar salah satu dosen yang meminta identitasnya dirahasiakan, Jumat (22/8/25)

Bahkan, sejumlah civitas akademika mulai mencurigai adanya kepentingan politik di balik kebijakan ini.

“Kami curiga, Rektor sedang cari muka dengan gubernur. Pejabat UIN diwajibkan menyumbang untuk Masjid Kotabaru. Rektor berusaha mendapat rekomendasi dari Gubernur Lampung. Karena dia tahu, gubernur cukup kuat di Jakarta untuk mendorongnya dilantik lagi sebagai rektor pada pencalonannya yang akan datang,” tegas seorang dosen.

Isu ini makin ramai diperbincangkan setelah muncul kabar bahwa Prof. Wan Jamaluddin tengah berupaya memperkuat posisinya dengan dukungan rekomendasi politik, termasuk melalui jalur Gubernur Lampung yang dinilai cukup kuat di tingkat pusat.

Fenomena ini memantik perdebatan publik, terutama mengenai etika kebijakan kampus dalam memobilisasi dana pribadi civitas akademika untuk pembangunan di luar kebutuhan langsung UIN sendiri. (AL)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *