Awan News, Bandar Lampung – Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung tengah bersiap menghadapi berakhirnya masa jabatan Rektor periode 2022–2026. Hal ini terlihat dari surat undangan resmi bernomor B-2178.a/Un.16/HM.00.1/R/09/2025 tertanggal 18 September 2025 yang ditandatangani langsung oleh Rektor Prof. Dr. H. Wan Jamaluddin, Z, Ph.D.
Surat tersebut berisi undangan pembentukan Panitia Penjaringan Calon Rektor periode 2026–2030 yang dijadwalkan pada Senin, 22 September 2025. Peserta yang diminta hadir antara lain Wakil Rektor I–III, Direktur Pascasarjana, Dekan Fakultas, Kepala Biro, Ketua LPM, LP2M, SPI, hingga Tim Humas.
Namun, menariknya, Senat Universitas tidak tercantum dalam daftar penerima undangan. Padahal, menurut Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 31 Tahun 2017 Tentang Statuta UIN Raden Intan Lampung Pasal 35, Senat merupakan unsur penyusun kebijakan universitas yang menjalankan fungsi penetapan dan pertimbangan kebijakan akademik. Keanggotaan Senat terdiri atas profesor, wakil dosen bukan profesor dari setiap fakultas, serta rektor, wakil rektor, dekan, dan direktur sebagai anggota ex-officio.
Lebih jauh, Pasal 36 Statuta menegaskan bahwa Senat memiliki tugas penting, di antaranya:
memberikan pertimbangan kualitatif calon rektor;
memberikan pertimbangan pengangkatan pertama dalam jabatan akademik dosen;
memberikan pertimbangan kenaikan jabatan fungsional dosen;
menetapkan norma dan ketentuan akademik serta mengawasi penerapannya;
hingga memberi masukan kepada rektor dalam menyusun dan/atau mengubah RIP universitas.
Dengan fungsi tersebut, seharusnya Senat menjadi aktor utama dalam proses penjaringan calon rektor, bukan justru absen dari undangan pembentukan panitia.
Ketiadaan Senat dalam undangan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai prosedural dan transparansi pemilihan rektor. Apalagi dalam Pasal 38 Statuta ditegaskan bahwa sidang senat tertutup dilakukan untuk memberi pertimbangan terhadap calon rektor.
“Seharusnya Senatlah yang memimpin sidang terkait penjaringan calon rektor, bukan hanya unit struktural lain. Kalau Senat tidak dilibatkan sejak awal, tentu menimbulkan tanda tanya,” ujar salah satu akademisi yang enggan disebutkan namanya.
Hingga kini belum ada penjelasan resmi dari pihak rektorat mengenai alasan mengapa Senat tidak tercantum dalam undangan pembentukan panitia. Padahal, secara normatif, Senat adalah lembaga yang memiliki legitimasi penuh dalam pengambilan keputusan akademik, termasuk pemilihan rektor.
Dalam rapat tersebut, informasinya Safari Daud terpilih menjadi ketua panitia lemilihan dan penjaringan calon rektor UIN Raden Intan Lampung.
Situasi ini diperkirakan akan memunculkan diskusi kritis di kalangan akademisi dan sivitas akademika UIN Raden Intan Lampung, mengingat posisi Senat sangat vital sebagai penyeimbang kebijakan rektorat.
Situasi ini diperkirakan akan memunculkan diskusi kritis di kalangan akademisi dan sivitas akademika UIN Raden Intan Lampung, mengingat posisi Senat sangat vital sebagai penyeimbang kebijakan rektorat. Tak sedikit yang menilai, absennya Senat—khususnya para profesor—bisa jadi karena mereka dianggap sulit “diatur” atau “disetir” oleh pihak rektorat, termasuk oleh Rektor Wan Jamaluddin maupun Safari Daud.
Ironisnya, pengabaian terhadap peran Senat ini disebut-sebut bukan yang pertama. Beberapa kalangan menilai langkah tersebut merupakan bentuk pengangkangan terhadap PMA. Bahkan tercatat, sudah yang kedua kalinya dalam dua bulan terakhir. (AL)















