Awan News, Lampung Selatan – Kondisi jalan cor beton di Jalan Terusan Ryacudu, tepatnya di depan Institut Teknologi Sumatera (ITERA), kini menuai sorotan. Pasalnya, meski baru selesai dibangun pada tahun 2023, jalan tersebut sudah tampak mengalami kerusakan dengan sejumlah retakan yang cukup parah.
Pantauan Awan News di lokasi, Jumat (29/8/2025), terlihat permukaan jalan yang mulai terbelah dan tidak rata. Bahkan, pada beberapa bagian, rumput mulai tumbuh di sela-sela retakan, menandakan konstruksi tidak lagi rapat.
Sejumlah pengendara yang melintas mengaku khawatir terhadap kualitas pengerjaan jalan tersebut.
“Baru 2 tahun dibangun kok sudah rusak begini? Jelas kami mempertanyakan kualitas material dan pengawasannya,” ujar Ridwan, salah satu pengendara yang lewat.
Pembangunan jalan cor beton tersebut, diketahui menelan anggaran pemerintah pada tahun 2023 sebesar 13M lebih, dan digadang-gadang akan memperlancar akses utama menuju kawasan pendidikan dan riset ITERA. Namun, dengan kondisi saat ini, publik mulai mempertanyakan sejauh mana standar pengerjaan dan pengawasan konstruksi diterapkan.
Tidak menutup kemungkinan, di titik-titik ruas jalan Provinsi lain di Lampung diduga juga mengalami hal serupa.
Dugaan Penyimpangan dan Regulasi Hukum
Kerusakan dini jalan cor beton ini menimbulkan dugaan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek. Sesuai dengan regulasi hukum, pembangunan jalan wajib memenuhi ketentuan kualitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi serta Peraturan Menteri PUPR Nomor 13/PRT/M/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Konstruksi Jalan Beton Semen.
Secara teknis, jalan cor beton seharusnya dapat bertahan minimal 10 hingga 20 tahun bila dikerjakan sesuai spesifikasi standar. Bahkan, dengan perawatan berkala, usia teknis bisa lebih panjang. Namun, fakta di lapangan menunjukkan jalan ini sudah retak meski baru berusia sekitar 2 tahun.
Dari sisi hukum dan administrasi proyek, kontraktor berkewajiban memberikan jaminan pemeliharaan (maintenance). Berdasarkan aturan jasa konstruksi, masa jaminan yang diberikan umumnya 1 tahun, dan bisa diperpanjang hingga 3 tahun untuk proyek tertentu. Apabila kerusakan terjadi dalam masa jaminan tersebut, kontraktor wajib melakukan perbaikan dengan biaya sendiri, bukan dibebankan kembali ke anggaran negara.
Apabila ditemukan adanya penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi, atau indikasi penurunan kualitas konstruksi untuk meraup keuntungan, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan berpotensi melanggar UU Tipikor (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). (AL)















