Oleh Asyaro G Kahean
AWAN NEWS — Imbauan berjenis pelarangan berlebih-lebihan, agaknya sering kita dengar. Bahkan, di antara kita sangat mungkin pernah terlibat membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan sikap berlebih-lebihan. Dan tak jarang pula, tat kala suatu kelompok diskusi membahas masalah larangan berlebih-lebihan didasari dengan potongan firman Allah antaranya: “…Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan“.
Sebagian ahli tafsir ada yang mengaitkan ayat Alqur-an pada Surat Al A’raf: 31, bahwa sikap berlebih-lebihan dikatagorikan juga dengan prilaku boros. Di mana, ayat ini diposisikan oleh mufassir, sebagai larangan keras terhadap segala bentuk prilaku boros atau berlebih-lebihan dalam hal apa pun; Karena Allah tidak menyukai tindakan berunsur pemborosan apalagi yang disifati dengan kefoya-foyaan…!
Firman Allah yang termaktub dalam Alqur-an Surat Al A’raf ayat 31, nashnya sebagai berikut:
يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS Al A’raf: 31)
Berpakaian bagus lagi indah dan berada di masjid, dikatakan beberapa ulama bukanlah berarti memakai pakaian mewah yang harganya wah; Melainkan pakaian yang bersih beraroma wangi, menutupi aurat, serta pantas dipakai menghadap Allah dan sekaligus, ketika jamaah lain memandang bukanlah jenis pakaian megah dengan aneka pernak-pernik yang berlebih-lebihan.
Hal lainnya, Allah memerintahkan untuk makan dan minum dari rezeki yang halal dan baik; Dalam hal ini pun ada ukuran yang mesti dipatuhi karena Allah tidak membolehkan berlebih-lebihan atau melampaui batas.
Larangan pemborosan dan melampaui batas dari yang sewajarnya, dipandang ahli tafsir Alqur-an umumnya: mencakup segala hal dalam menjalani kehidupan; Termasuk makan, minum, pakaian, dan penggunaan harta serta ketika seseorang itu tampil di depan jamaah atau publik.
Dengan tampilan yang tidak berlebih-lebihan, akan lebih besar peluangnya dalam pengejawantahan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah sepanjang waktu. Dan sekaligus, sebagai upaya jaga diri agar tetap sehat wal afiat serta dapat menjalankan kagiatanan bernilai ibadah dengan sebaik-baiknya.
Tat kala Allah tidak menyukai orang-orang yang bersikap ‘israf‘ atau berlebih-lebihan, karena perbuatan demikian sesungguhnya mengandung potensi yang membahayakan. Lain itu, dapat pula dikatagorikan berpotensi memancing-mancing hadirnya kemudaratan di lingkungan sosial.
Bukankah Islam yang pedoman utamanya Alqur-an dan Sunnah Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam itu lebih menganjurkan kesederhanaan dan mengutamakan sikap-sikap moderat dalam menggunakan segala jenis nikmat hidup saat kita berada di dunia fana?
Untuk jawaban akan hal ini, bukan sekadar pada kepandaiann bicara membuat alasannya, tetapi juga turut lekat jawabannya secara pasti: pada pakaian yang dikenakan, serta pula ketika seseorang itu menyikapi selera berkaitan makanan dan minuman yang disantap. Berlebih-lebihankah ia, atau berkemampuan membatasi selera. (*)
La-in syakartum la-aziidannakum wala-in kafartum inna ‘adzaabii lasyadiid















